RSS

PERJALANAN HATI MENGGAPAI PUNCAK MAHAMERU



Sejuta haru menderu…
Beribu kebahagiaan membuncah…
Ukiran senyum tersungging…
Untaian kata syukur terus mengalun…
Mengiringi jemariku menggoresakan kata demi kata…

Ini adalah cerita tentang sebuah perjalanan hati mewujudkan mimpi, penuh cerita indah dan riuh kecerian bersama keluarga baru, menuju satu tempat tertinggi di pulau ini, dengan perjalanan yang penuh kisah tak terperi, untaian doa tak bertepi, dan sebuah harapan mewujudkan mimpi..


Kalaupun perjalanan ini akan berakhir dengan hembusan nafas terakhirku, aku sudah siap untuk itu. Dan selayaknya perjalanan menuju sebuah alam mimpi, akupun dengan sejuta keiklhasan sejenak menutupkan mata lalu perlahan melangkahkan kaki menuju satu tempat yang sudah ku anggap sebagai rumah kedua itu dengan ringan. Kita berasal dari tiada, dan akan kembali ke tiada…


## Mimpi Memeluk Mahameru ##


Dengan puncak Mahameru yang menjulang 3676 meter di atas permukaan laut, menjadikannya sebagai tanah tertinggi di pulau Jawa.

Kawasan Bromo - Semeru

Disinilah tempat Sang Idealis angkatan '66 sekaligus salah satu pendiri Mapala UI "SOE HOK GIE" tutup usia di usia emasnya, tepat satu hari sebelum ulang tahunnya yang ke-27. Disini pula sebuah cerita tentang indahnya persahabatan terukir dalam sebuah tulisan yang telah di visualisasikan 5cm.

Mendadak aku bercerita sedikit lebih dramatis perihal ini, sebuah mimpi yang akan berujung pada titik tertinggi di pulau ini. Puncak abadi para dewa. Sebuah tempat yang tak hanya mengharuskan fisik bergelut dengan alam, tetapi juga lapisan tekad yang menyelimuti hati yang bisa membawa kita kesana.

Meski aku tau kini Semeru bukan lagi milik pendaki gunung atau anak mapala saja. Anak-anak muda dengan potongan seadanya pun bermimpi mendaki puncaknya. Para gadis ABG dengan setelan yang lebih cocok ke mall terengah-engah menapaki Arcopodo. Kini Ranu Kumbolo pun penuh sesak oleh mereka yang ingin merasakan momen saat Genta menyatakan cinta pada Riani. Sebuah ironi yang tercipta karena ingin merasakan apa yang dirasakan 5 sahabat itu saat mendaki Semeru.

Mimpi ini berawal saat aku masih memakai seragam beralmamater kampus. Berwal dari sebuah buku sederhana, dengan cover hitam bertuliskan "5cm" di tengah covernya, di saat itulah keinginan untuk memeluk Semeru bermula. Selama hampir 1 tahun lebih, dengan beberapa kali rencana yang tak pernah jadi nyata, mimpi itu nyaris saja terkubur tanpa aku berharap lagi bisa datang ke sana. Tetapi takdir itu datang tanpa bisa aku duga sebelumnya.

Dan selayaknya manusia yang mengikuti sebuah takdir, akupun mengikutinya, perlahan kuturunkan tas carrier yang berselimut debu karena hampir setengah tahun lebih tergantung rapi di sudut kamar, sebuah kantong tidur, matras dan tenda, serta sepatu gunung yang lama tak bersua dengan pasir giri. Ya, Desemeber tahun lalu nyaris menjadi akhir dari perjalananku bersua dengan alam.

Jelas langkahku tak selembut debu mahameru, ribuan kerikil tanya menghujam ke dalam sanubari, kenapa setelah sekian lama aku diam dalam goa kesibukkan dunia luar aku kembali ke gunung, dan kalaupun harus naik gunung, mengapa harus memilih waktu seperti saat ini? Waktu dimana hampir semua orang masih larut dalam suasana silaturahmi dengan keluarga dan kampung halaman mereka masing-masing.

Hanya ada satu jawaban dalam dada,

“Ini mimpiku, ini mimpi yang hampir 1 tahun terkubur dalam benakku, dan takdirku untuk menjemputnya telah datang, dan aku harus berangkat”

Dengan segenap doa dan ucapan basmalah, setebal balutan restu dari kedua orang tuaku dan sedikit kerelaan dari separuh hatiku disana, akupun melangkah.

## Jakarta - Stasiun Pasar Senen ##

=Rabu, 21 Mey 2014=
Jakarta Stasiun Pasar Senen; dari kota inilah langkahku mewujudkan mimpi yang tertunda dimulai. tepat pukul 13.40 Siang, deru mesin dan dinginnya gerbong kereta Matarmaja membawaku, bersama seorang sahabat (Mbak Nera, Rizki, Riza, Ibenk, Asep) dan segenggam mimpiku menuju satu kota, Kota Malang, selama hampir satu hari perjalanan di dalam kereta aku bersama mereka.

STASIUN P.SENEN MENUJU MALANG

Kereta terus melaju, membelah hamparan sawah dan hutan yang menawan, menembus bukit dalam terowongan yang epik. Alangkah indah dan kaya nya bumi pertiwi. Tetapi sungguh sayang beribu sayang kekayaan bumi ini harus ternoda oleh prestasi korupsi di negeri ini yang terus meroket, mereka (para pelakunya) tak lagi mempedulikan kekayaan bumi khatulistiwa, hanya ada kata “kaya” untuk diri mereka sendiri.

Langit malam pun perlahan memudar, berganti seberkas cahaya jingga di ufuk timur. Sungguh waktu yang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Saat dimana sang fajar menggantikan gelapnya malam. Kereta pun menembus dinginnya kabut di tengah rimbunnya ilalang.

Kami pun tak henti mengucap pujian kepada Allah Robbul ‘alamin, atas nikmat keindahan dan kekayaan bumi Indonesia, meski hanya dapat kami nikmati dari dalam gerbong kereta tapi bener-benar menjadi pengalaman tak terlupakan, melihat indahnya matahari terbit dari dalam Gerbong KA Matarmaja.

Semburat jingga pun terus mininggi membentuk gradasi cahaya yang cantik. berlatarkan persawahan khas Jawa, dengan keramahan para petaninya yang seolah mengucapkan selamat pagi dari tepi rel kereta, aku sungguh menikmati perjalanan yang indah menuju kota Malang ini.

Seolah raga ini tak ingin hanya sekedar duduk manis dan melihat pemandangan dari dalam jendela gerbong kelas satu, aku pun beranjak menuju bordes gerbong, kubuka perlahan pintu itu dan kulongokkan kepalaku keluar untuk sejenak menikmati terpaan angin pagi dan hangatnya sang mentari yang mulai menari di ujung cakrawala.

Pemandangan pedesaan Jawa Timur yang damai menghiasai tepian rel yang aku lewati. Sesaat kembali berganti dengan luasnya hamparan hijau persawahan, di waktu yang lain dua-tiga blok hutan jati menemani laju keretaku. Layaknya sebuah perjalanan hidup, jalur yang ku lewati tak selalu lurus, terkadang kereta berbelok arah mengikuti kontur jalur yang ada. Sungguh pengalaman yang luar biasa, memaknai hidup dari sebuah gerbong kereta.

Indahnya Pagi

Setelah menempuh perjalanan hampir 14 jam akhirnya sekitar pukul 06.54 kami berdua pun tiba di stasiun kotabaru Malang, begitu memikatnya kota ini, layaknya magnet bagi para pendaki, membuat kami tidak sendiri membawa tas besar dan penuh dengan beban, tapi hampir ratusan penumpang yang turun di stasiun ini adalah pendaki atau sekedar wisatawan yang hendak melihat keindahan alam di kota Malang.

Angkutan kota pun ikut mengeruk rejeki dari ramainya kota Malang siang itu. Tak kurang dari tiga kali seorang supir angkot menawarkan jasanya mengantar kami langsung ke Tumpang. tapi waktu itu memang kami sudah jauh-jauh hari menghubungi jasa angkutan kota milik mas ari yang akan mengantar kami ke pasar tumpang.

Stasiun Kota Baru Malang

=Kamis, 22 Mey 2014=
Saat itu pukul 07.00 Pagi sampai lah aku dan sahabat-sahabat yang lain di kota malang merasakan udara pagi kota malang, saat itu aku melihat ratusan pendaki lainnya dengan tas carier yang menempel dipunggung mereka menghiasi kota malang pagi itu dan disana kami bergabung dengan pendaki dari jakarta dan surabaya. dan kamipun langsung masuk ke dalam angkutan milik mas ari untuk menuju ke pasar tumpang.
ibaratnya adalah sebuah gerbang untuk menuju ke Semeru, disini nanti kami akan menyiapkan logistik kelompok yang akan di bawa ke Gunung Semeru, serta melengkapi kelengkapan yang belum lengkap.
dengan men-carter angkot kami pun bersiap menuju Pasar Tumpang

Sesampainya di daerah Tumpang rombongan kami pun singgah di rumah Mbak Nur, Pak Rusno dia lah yang nanti akan mengantar rombongan kami dengan Truk menuju desa terakhir di kaki Gunung Semeru yaitu pos Ranu Pane. Sambil menunggu Truk datang kami semua menyiapkan diri sekali lagi, mengecek perbekalan, dan melengkapi logistik untuk di bawa, karena perjalanan kali ini akan menjadi sebuah perjalanan yang cukup panjang dan tidak teramat mudah untuk dijalani.

Setelah puas berbelanja di Pasar Tumpang, kami kembali ke basecamp, di rumah Mbak Nur, rumah yang cukup luas ini dengan ditemani segelas teh manis hangat khas Tumpang kami pun menanti datangnya Truk yang akan membawa kami ke Sebuah Gerbang menuju Puncak Para Dewa


TEMPAT ISTIRAHAT RUMAH MBAK NUR


Nikmatnya Teh Khas Tumpang & bersama Pendaki Lainnya


Sekitar Pukul 10.00 Pagi Truk yang akan membawa kami pun datang, kamipun langsung memindahkan barang-barang bawaan kami ke dalam box truk, kami bersama pendaki lain sekitar 22 orang yang akan menuju desa ranu pane, perjalanan yg kami tempuh sekitar 2,5 jam untuk sampai ke ranupane (Tumpang - Ranupane).

Seiring roda Jip yang terus berputar, sepanjang perjananan dari Tumpang kami di temani perkebunan buah apel khas Malang. Kemudian perlahan berganti ke vegetasi hijau lepas di lereng perbukitan, jalanan naik turun dalam formasi yang terkadang tidak manusiawi, dan sesaat kembali berganti ke hamparan perkebunan. Ketinggian terus bertambah. Mereka menyulap bukit-bukit ini menjadi perkebunan. Manusia memang makhluk paling pintar, sekaligus paling buas dan tak tahu batas.

Lereng-lereng miring yang nyaris tak masuk akal untuk dipijak, di ubahnya menjadi lahan pertanian yang nampak subur dengan hijaunya daun bawang yang dominan menghiasi lahan tersebut, diselingi beberapa gubuk dan pematang, membuatku tertegun sesaat memandang betapa luar biasanya akal dan otak manusia yang mempu mebuat sesuatu yang seolah mustahil, menjadi mungkin.

Semakin ke atas jalan aspal yang kami lalui semakin habis, berganti dengan jalan cor yang tak lagi rata. lubang menghiasi sepanjang jalur, tikungan yang nyaris melingkar dengan tanjakan yang tidak wajar membuat kami yang berdiri berdesakan di atas Truk bagai di putar di sebuah wahana dunia fantasi. Tanpa sabuk pengaman, tanpa pelindung apapun keculai tangan kami sendiri yang erat memegang besi di tas Truk.

masih dengan jalur yang tak kalah ekstrim, perjalanan kami terus menurun, hingga akhirnya tibalah kami di sebuah pemberhentian; Ranu Pani. Ranu Pani adalah desa terakhir di kaki gunung Semeru, Ranu sendiri berarti Danau.

sesampainya kami di pos Ranu Pani kami langsung menyerahkan data dan memeriksa perlengkapan pendakian, untuk mendapatkan izin mendaki, waktu itu pukul sekitar jam 12 Siang, yang harus disiapkan yaitu, fotochopy KTP dan surat keterangan sehat dari puskesmas (boleh dari kota masing-masing). setelah izin didapatkan kami semua langsung di breafing oleh tim pengelola tentang hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan.
setelah semua dipastikan siap kita langsung di izinkan untuk mendaki. 12.45 setelah sholat dzuhur kami langsung memulai perjalanan. perjalanan awal menuju Ranu Kumbolo.

# Perjalanan Menuju Ranu Kumbolo #

Jalur pendakian Semeru yang akan kami lalui adalah Ranupane – Waturejeng – Ranukumbolo – Oro Oro Ombo – Cemoro Kandang – Kalimati – Arcopodo – Puncak Mahameru. Sedang target pendakian kami hari ini adalah sebuah surga yang ada di kaki Semeru; Ranu Kumbolo.



POST RANUPANE

PERJALANAN DIMULAI MENUJU RANU KUMBOLO

Siap Melangkah


Antara Ranu Pane menuju Ranu Kumbolo adalah jalur yang tepat untuk berbagi waktu dengan alam, bercengkrama dengan hangatnya belantara. Perlahan dalam kelandaian panjang ketinggian pun bertambah, sejenak menurun memberi jeda kepada tubuh untuk tidak kehilangan tenaga secara berlebihan.

Langkah menuju Pos pertama terbentang rapi jajaran paving block buah karya manusia, beberapa sisanya digeser lembut oleh vegetasi yang tumbuh dari bukit menuju lembah. Alam memang tak bisa dipaksa begitu saja. Dia punya cara tersendiri dalam menanggapi apapun.

Barisan jurang dan cerukan membentang di sisi kiri. Terik mentari siang itu menerobos lembut diantara lebatnya vegetasi, tak terasa keringat mulai membasahi tubuh, udarapun semakin lama semakin dingin, tetapi diselimuti teriknya sang mentari yang tepat bersinar diatas kepala. Sesekali tumbuhan membentuk lorong temaram dari akar dan ranting, ada beberapa pohon tumbang yang menutupi jalur pendakian. Udara dihirup dengan intensitas lebih banyak dan lebih rapat.

Pos Watu Rejeng

Satu pemberhentian telah terlampaui, jalur yang mulanya landai perlahan mengikuti kontur yang mulai menanjak, tenaga manusia bukan hal mutlak, perlahan ia pun mulai terkuras. Dari sini Tim mulai terpisah sesuai amal dan perbuatan, maksudnya sesuai dengan kekuatan dan kecepatanya masing-masing. Dan aku pun berjalan paling depan bersama 4 orang lainnya

Kali ini tidak ada rasa hening yang biasa kurasakan setiap kali bersua dengan alam. Ramanya pendaki hari itu, yang seolah ”berlomba” menuju Mahameru membuatku sedikit menyapa alam.

Belantara, apakah kau tak lagi merasa sepi?
Ratusan, bahkan ribuan orang menemanimu hari ini.
Alam, apakah kau merasa bahagia?
Mereka yang “mengaku” mencintaimu menapkkan jejaknya di hatimu
Aku berharap
Semoga Hanya jejak yang mereka tinggalkan
Semoga hanya gambar yang mereka ambil
dan semoga hanya waktu yang mereka bunuh
Alam, selama aku bisa, aku akan selalu menjaga dan mencintaimu

Ribuan detik telah berlalu, tapi perjalanan masih jauh. pos 1 yang berada di sebuah persimpangan telah terlewati, pos 2 yang berdiri di punggung sebuah bukit dengan jalur yang datar pun telah jauh ditinggalkan. Langkah pun terus berlanjut menuju Pos 3.

Jejak langkah terus mengayun mengikuti jalur yang terus melipir di sepanjang tebing ini hingga sebelum tiba di Ranu Kumbolo. Mulai dari Watu Rejeng jalur pendakian mulai bervariasi dengan jalan – jalan menanjak walaupun masih didominasi dengan medan yang landai. Jalan terus menanjak hingga tiada terasa sampai juga kami di Pos 3.

Aku yang berjalan paling depan sedikit terkejut, karena selama ini kami melewati jalur yang landai tiba-tiba berhadapan dengan tanjakan yang cukup tinggi dan panjang. Aku pun berbalik arah, membuat Nerra dan yang lain kaget.

“kenapa apa ry kok balik, rame banget ya shelternya?” tanya Nerra

“liat aja sendiri noh”

“ampun deh,, kirain apaan ternyata tanjakkan”

“ane mau duduk-duduk dulu ngisi tenaga,,kaget kan habis landai tiba-tiba ada tanjakkan” 

di sisi sebelah kiri sayup-sayup di balik awan muncullah sang Mahameru yang gagah menjulang, menunjukkan guratan yang mebuat hati bergetar. Sungguh luar biasanya ciptaan-Nya ini. sebuah tanah yang menjulang diatas ketinggian.

Mahameru Dibalik Awan

# Surganya Gunung Semeru #

Selepas Tanjakan Bakrie kami pun kembali bisa bernafas lega, masih ditemani teriknya mentari yang perlahan mulai menepi, jalur pendakian bisa dibilang landai mendatar dan melipir hingga ke akhirnya kami pun tiba di sebuah ”Taman Surga”. Sebuah tempat yang selama ini gambarannya hanya ada dalam benakku saja, kini terhampar indah di depan mata.

Surganya Gunung Semeru

Jam di Tangan menunjukkan pukul 15.20 ketika kami berenam tepat menginjakkan kaki di atas dari sebuah taman Surga di jalur menuju Mahameru; Ranu Kumbolo. Riak airnya yang lembut memancarkan kedamaian, lakasana cermin memantulkan bayangan hijaunya pepohonan disekitarnya. Kami berlima pun sejenak melepas lelah, diselingi sedikit canda sambil menikmati keindahan Ranu Kumbolo dari ketinggian.

“Ky, elo masih punya air gak?” candaku ke Rizky, 


dan dia pun menaggapi dengan gaya ala ala di film 5cm.
“Air gw juga tinggal segini ry, ambil aja”
”Rizky, sepertinya masalah air kita terselesaikan deh”, sambal aku nunjuk ke arah Ranu Kumbolo.

Tak seperti biasa, kali ini ranu kumbolo terlihat penuh warna, penuh sesak oleh tenda pendaki yang nge-camp di pinggir Ranu Kumbolo. Mungkin banyak yang ini merayakan ulang tahun Negeri ini di tanah tertinggi Pulau Jawa ini. Sama persis dengan keriuhan Ancol di waktu musim liburan, kurang lebih seperti itulah gambaran Ranu Kumbolo saat itu..

Keramaian Ranu Kumbolo



Fhoto Bareng Mbak Nerra Ala-ala Wedding hahah :D :p






Lelah telah terusir, semangatpun telah kembali terkumpul, dan kami berlima pun bergegas turun dan mencari spot untuk mendirikan tenda, karena malam ini kami semua akan bermalam di pinggir Ranu Kumbolo. Maksud hati ingin nge-camp Rakum Utama dengan harapan dapat melihat matahari terbit dicelah antara dua bukit, tapi apa daya di sana sudah penuh sesak oleh tenda pendaki, akhirnya kami cari tempat seadanya yang penting nyaman. Dan akhirnya sekitar pukul 17.00 rombongan yang lain pun datang dan langsung bergabung.
RANU KUMBOLO

Malam ini Ranu kumbolo akan menjadi tempat kita bersua dengan alam. Sebuah Danau yang cantik di ketinggian 2400 mdpl dengan sejuta pesonanya.

Jodohku sayang…..
Andai saja saat ini kau ada disisiku, Kan ku genggam tanganmu erat
sambil menatap gugusan bintang-bintang
Kita habiskan waktu duduk berdua, Bercerita tentang masa depan
Satu saat nanti jika ku harus kembali kesini (Ranu Kumbolo)
Kan ku ajak dirimu dan anak laki-laki kita
Menikmati indahnya malam hingga fajar menjelang
Mensyukuri pecahan surga di tanah Khatulistiwa


Malam Bertabur Bintang di Ranu Kumbolo

Pukul 20.00 kami berkumpul bersama di depan api unggun sambil bercengkrama dan bercanda, menikmati santap malam, ditemani cahaya lampu-lampu tenda yang membentuk kelompok cahaya temaram yang menenangkan. di bawah taburan gugusan bintang-bintang di tepi Ranu Kumbolo, sungguh pengalaman yang tak akan mungkin ku lupakan. Music Handphone ku keluarkan dan sebuah lagu menemani kehangatan kami malam itu dan di malam itupun aku bertemu dan berkenalan dengan seorang fhotografer yaitu bang syuep berasal dari jakarta, kami bertukar cerita tentang fhotograf.



MAHAMERU

Mendaki melintas bukit, Berjalan letih menahan menahan berat beban
Bertahan didalam dingin, Berselimut kabut Ranu Kumbolo...

Menatap jalan setapak, Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu, Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda

Bersama sahabat mencari damai, Mengasah pribadi mengukir cinta

Mahameru berikan damainya, Didalam beku Arcapada
Mahameru sebuah legenda tersisa, Puncak abadi para dewa

Masihkah terbersit asa, Anak cucuku mencumbui pasirnya
Disana nyalimu teruji, Oleh ganas cengkraman hutan rimba
Bersama sahabat mencari damai, Mengasah pribadi mengukir cinta

Mahameru berikan damainya, Didalam beku Arcapada
Mahameru sampaikan sejuk embun hati, Mahameru basahi jiwaku yang kering
Mahameru sadarkan angkuhnya manusia, Puncak abadi para dewa...

# Berselimut Kabut Ranu Kumbolo #

= 23 Mey 2014 =
Masih terngiang penggalan lirik Mahameru yang terus ku putar di dalam tenda sepanjang malam.

Mendaki melintas bukit, Berjalan letih menahan menahan berat beban
Bertahan didalam dingin, Berselimut kabut Ranu Kumbolo...

Syair itu benar-benar menggambarkan suasana Ranu Kumbolo pagi ini, kabut tebal menghalangi sinar surya menyentuh permukaan Ranu Kumbolo. Seolah menyelimutinya dari segala macam keburukan dan apapun yang hendak menyentuhnya. Akupun bergegas masuk ke dalam selimut kabut itu untuk ikut menikmati pagi di Bumi Pertiwi yang indah ini.

Di tepi Danau di ketinggian 2400 meter diatas permukaan laut ini, di salah satu surga di tanah khatulistiwa ini, kurasakan bangga menjadi anak dari ibu pertiwi. 68 tahun sudah bumi ini lepas dari penjajahan kolonial bangsa lain, meski bukan berarti mutlak merdeka dari penjajahan-penjajahan lain yang terus menyerang negeri ini.

Penjajahan moral, penjajahan akhlak, dan penjajahan ideology masih terus menerpa bangsa ini. Kita memang sudah merdeka dari adu domba bangsa Belanda tapi kita masih dijajah oleh koruptor yang masih bebas merajalela. Kita memang sudah merdeka dari kekejian pasukan Jepang tapi moral pemuda kita masih dijajah olah teknologi yang memberikan pengaruh buruk bagi perkembangan mereka.


Dalam pelukan kabut Ranu Kumbolo, kuselipkan seuntai doa untuk Alam dan Negeri ini..



Yaa Allah Tuhan Semesta Alam
Engkau titipkan ragaku di pangkuan ibu pertiwi
Engkau berikan kepingan surgamu di bumi khatulitiwa
Engkau besarkanku diatas tanah nan indah ini
Engkau jadikanku generasi penerus perjuangan para pahlawan
Yaa Allah Tuhan Yang Maha Tinggi
Kuatakan kakiku untuk tetap menjejak tanah tumpah darahku ini
Kuatkan tanganku untuk dapat terus berbuat baik untuk bangsa ini
Kuatkan ragaku untuk menjaga alam yang tlah kau anugerahkan ini
Kuatkan jiwaku menjaga moral sahabatku para pemuda dan pemudi
Yaa Allah Tuhan Pemilik Nyawaku
Aku ingin berbakti untuk Ibu Pertiwi
Aku ingin berbuat lebih untuk bangsa ini
Aku ingin terus dapat melihat indahnya Alam ini
dan Aku ini dapat kembali ke pangkuanMu di Bumi ini

Yaa Allah Kabulkanlah pintaku ini..

dan untuk para saudara/I ku
kalian dapat salam dari………
INDONESIA

Selamat Pagi Ranu Kumbolo


Satu hal lagi yang menarik tentang keheningan fajar di Ranu Kumbolo adalah tentang matahari yang muncul diantara lekukan dua bukit. Ini sama seperti gambaran anak kecil Indonesia (mungkin) dari Sabang sampai Merauke; ada matahari tersenyum yang muncul malu-malu di antara dua buah bukit. Hampir semua orang berfikiran seperti itu. Dan semoga keindahan dan senyum dari anak Indonesia akan terus terukir hingga di akhir waktu nanti.

Nak, satu saat nanti akan ayah bawa melihat surga Indonesia
Nak, satu saat nanti akan ayah ajak melihat permata khatulistiwa
Nak, satu saat nanti akan ayah tunjukkan kecantikan bumi pertiwi
Agar kau bisa menjaganya
Agar kau bisa mensyukuri nikmatNya
Agar kau bisa bangga jadi anak INDONESIA

Seiiring mentari yang semakin meninggi orang-orang pun mulai bergegas keluar dari tenda, beberapa dari mereka berjalan pelan ke punggung bukit, berharap sinar matahari lebih awal mencapai mereka.

Hanya dalam waktu singkat tepian Ranu Kumbolo dengan cepat menjadi riuh, aktifitas sudah dimulai. Orang-orang mulai keluar dari tenda mereka, menghidupkan kompor, barangkali untuk segelas Coklat susu atau secangkir teh melati. Ah, manis sekali Ranu Kumbolo pagi itu.

Aku bersama Rizky, Nerra, Riza, ibeng, asep memilih untuk menyusuri tepian Ranu kumbolo sekedar menikmati lembutnya kabut dan mencari spot foto yang menawan. “sisi lain Ranu Kumbolo” begitulah aku menyebutnya, dikala sebagian besar orang sibuk memancing atau mengambil foto sunrise diantara dua bukit, aku sibuk mengabadikan tipisnya kabut yang menyelimuti Ranu kumbolo.

Semakin menawan ketika perlahan kabut menghilang dan cahaya mentari mulai menyentuh permukaan airnya. Kami pun satu persatu bergantian mengabadikan foto yang luar biasa indah ini. 



Langit di atas kami menunjukan warna biru yang sangat memukau, Benar-benar biru bersih! Bersanding dengan rerumputan dimusim kemarau yang mulai menguning, perpaduan antara kuning dan biru adalah surga bagi penggila fotografi. Sebuah perpaduan warna kontras namun selaras dan sayang untuk dilewatkan.

Selebihnya biarkan sedikit foto yang berbicara






Setelah puas mengabadikan momen yang luar biasa Indah dan mengagumkan, kami pun bergegas kembali ke tenda untuk sarapan. Menu kali ini Indomie dan roti coklat susu, tapi buatku apapun makanannya akan sangat nikmat disantap di tengah suasana yang syahdu ini.



# Tanjakan Cinta #

Mitosnya sederhana saja; kalau kau berhasil melewati tanjakan ini tanpa sekalipun menoleh ke belakang, dan kau sedang memikirkan seorang kekasih, maka hubungan cinta kalian akan berlangsung baik dan lancar!

Itulah dia tanjakan cinta.
Sebuah tanjakan yang membentang panjang diantara 2 buah bukit (mirip lambing Love) menghadap Ranu Kumbolo. Tanjakan dengan kemiringan yang lumayan melelahkan ini menjadi menu pembuka bagi para pendaki yang hendak menuju Kalimati. Aku tak begitu saja percaya dengan mitos, tapi apa salahnya mencoba nanjak tanpa berhenti dan menoleh kebelakang.

Tanjakan Cinta

Menjemput Cinta

Logika yang berkembang dalam pikiranku, bahwa mitos itu diciptakan untuk sekedar memberikan semangat bagi para pendaki melewati tanjakan ini. Seperti biasa hal-hal menyenangkan bersifat univesal dituangkan menjadi mitos, yang akhirnya percaya tidak percaya banyak saja yang menjalankannya.

Akhirnya dengan dengus nafas yang tinggal tersisa di sela paru-paru, aku pun menginjakkan kaki di puncak tanjakan cinta, semua orang sejenak melepas lelah. Sangat menawan ketika memandang Ranu Kumbolo dari atas sini, puluhan orang Nampak berjuang menggapai puncak “cinta” nya. Sebagian ada yang mengabadikan dalam mata kameranya, dan aku pun tak mau ketinggalan momen begitu saja, dan hati kecil pun mulai merangkai kata.

Dari Atas Tanjakan Cinta

Jodohku…..
Satu saat nanti kita akan melangkah bersama
Menjalani takdir kita berdua, bersama
Suka duka bukan lagi milikmu atau milikku saja
Tapi milik kita
Bukan mitos yang membuat cinta kita abadi
Bukan batu dari tanah tertinggi yang buat kita serasi
Bukan juga mimpi yang menjadikan kita berdiri
Tapi doa dan ketulusan cinta kita
Tapi usaha untuk menjemput takdir kita
Yang kan membuat kita bisa bersama
Selamanya…….

Didepan sana, beberapa langkah dari puncak Tanjakan Cinta terbentang sebuah taman yang penuh dengan “lavender” katanya, Karena akupun tak pernah tau wujud bunga Levender. Oro-oro ombo, begitulah orang-orang menyebutnya. Oro-oro dalam bahasa jawa berarti tanah lapang, ombo berarti luas.



Oro-Oro Ombo adalah hamparan padang ilalang, rumput dan lavender yang sangat luas. Dia dikelilingi oleh rangkaian bukit-bukit berpuncak landai. Seperti bukit teletubbies, begitu kata orang-orang. Warna yang dominan saat ini tentu saja warna kuning keemasan karena kering, hanya ada sebagian yang berwarna ungu oleh hiasan bunga Lavender.


Lagi di oro-oro ombo :D

Ada 2 jalur untuk melewati Oro-oro ombo, yaitu berbelok ke arah kiri melewati punggungan bukit, atau berjalan lurus vertikal kebawah, memotong sabana. Karena kami sepakat untuk melewati Hamparan Lavender, maka jalur memotong hamparan sabanalah yang kami pilih.

Membelah hamparan lavender di oro-oro ombo membuat hatiku merasa bergetar, betapa kecilnya kita di tengah padang yang luas ini. bagamana gambaran manusia nanti di hari pembalasan saat semua orang berkumpul di adang mahsyar. Sekali lagi perjalan ini membuatku merasa begitu dekat, begitu dekat dengan Sang Pemilik Alam Semesta ini.

Sang mentari yang terus meninggi membuat sinarnya kian terik menerpa padang savana dan butiran debu yang mudah terusik tak mampu mengurangi keceriaan yang dihadirkan oleh tempat ini. Disini keceriaan kami terus terukir bersama, satu persatu anggota tim kian akrab, aku pun mulai mengenal nama mereka satu-persatu tanpa harus bertanya. Lewat mata kamera aku mencoba mengabadikan momen yang barang kali akan menjadi kenangan di hari tua nanti.

Ini Bunga Lavender di oro-oro ombo

Selama berhenti tidak lupa kami meneguk air yang kami bawa dari Ranu Kumbolo, menikmati pemandangan oro-oro ombo, berfoto, dan bercanda bersama seluruh anggota tim Kompilasi dan Kawan Traveling, dan beberapa pohon cemara yang tumbang kami jadikan sandaran untuk beristirahat.




# Menuju Kalimati #

Perjalanan ini mulai terasa berbeda dengan sebelumnya, pemandangan indah oro-oro ombo mulai berganti pohon-pohon cemara yang tersambar petir, jalanan menanjak sederhana tidak vertikal namun juga tidak bisa dikatakan landai ini terasa begitu panjang. Kembali aku berjalan di depan rombongan yang lain dengan formasi yang nyaris sama dari Ranu Pani-Ranu Kumbolo. 

Jalur yang dilalui terus menanjak, siang yang terik, debu yang membuat sesak, tubuh menjadi mudah sekali kehilangan tenaga. Sesekali kami break untuk sekedar mengumpulkan tenaga. Aku berjalan paling depan, tapi aku tidak sendirian, ditemani beberapa orang dari Surabaya kami saling berbagi cerita indah tentang alam Indonesia, terkadang kami berhenti bersama untuk meneguk segarnya air dari Ranu Kumbolo, tanpa ada rasa canggung kami merasa sebagai satu sahabat, meski baru saja saling mengenal.

Pos Jambangan

Dari Jambangan ini puncak Semeru sudah terlihat jelas. Sesekali dia batuk menghasilkan asap yang kemudian berubah jadi awan. Sebentar lagi Kalimati, sebentar lagi mendirikan tenda. Sebentar lagi, karena jalanan sudah melandai turun.




Kalimati adalah batas pendakian yang diperbolehkan oleh Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, (TNBTS) apabila kita melangkah lebih jauh daripada itu, maka risiko ditanggung sendiri, itulah yang tertulis dalam surat pernyataan yang ditandatangani pendaki sebelum mulai mendaki. Bukan bermaksud melanggar aturan, namun buatku dan mungkin kawan-kawan pendaki lain ini adalah sebuah perjalanan hati yang harus dituntaskan. Dan selayaknya menghadapi sebuah takdir, aku siap kalaupun harus mati di Mahameru.

Kami para pendaki mengerti betul dan siap dengan segala resiko serta tantangan yang ada di hadapan kami nantinya, pada dasarnya perjalananku dan mungkin para pendaki lain ini memiliki niat luhur dan tulus, ingin menyaksikan keagungan alam raya ciptaan Allah yang harus kami syukuri dan kagumi. Mengenal Allah melalui alam. Merasa dekat dengan Nya. Niat sudah bulat, dan kamipun harus terus melangkah dengan balutan doa yang terus terucap kepada Allah SWT.

Jam ditangan kembali menunjukkan pukul 16.00 ketika rombongan kami tiba di Kalimati. Pemandangan seketika berubah sunyi senyap dan menegangkan di depan kami terhampar padang rumput luas yang memanjang di tempat ini, bunga-bunga edelweiss tumbuh manis, di sisinya.

Sesekali nampak Mahameru mengepulkan asapnya dari kawah Jonggring Saloka. Kepulan asap tebal yang cukup mematikan karena mengandung gas beracun. Oleh karena itu pendaki yang telah sampai puncak Mahameru nantinya diusahakan turun sebelum jam 10 pagi karena gas beracun yang terbawa angin sangat berbahaya bagi pendaki.

Tentunya sebagian besar pendaki juga telah mengetahui sang demonstran dan pencinta alam UI pertama, Soe Hok Gie dan Idhan Lubis meninggal di Mahameru karena menghirup gas beracun ini. Sempat terlintas rasa ngeri dan membuatku tak henti menatap ke atas. Tapi suasana mendadak segar saat melihat ratusan tenda warna warni menempel pada pepohonan di hutan Kalimati, Kami tidak sendiri.

Bang Ipunk pun membantu rombongan kami mencari tempat bermalam yang nyaman, yang terlindung dari terpaan angin. Maklum saja di padang yang luas seperti ini, terpaan angin malam yang luar biasa dingin bisa saja membekukan tulang dan sendi kami. dan akhirnya di pinggir sungai kering disela pepohonan cemara khas Kalimati kami pun mendirikan tenda untuk bermalam. Agenda selanjutnya adalah mendirikan tenda, mencari kayu bakar, dan mencari air.

Camp Kalimati

Edelweis Kalimati

Di tempat ini terdapat sebuah sungai yang kering, barangkali karena itulah tempat ini dinamai Kalimati. Pada pertengahan badan sungai ini terdapat rembesan mata air dari akar-akar pepohonan cemara, ini adalah sumber air satu-satunya, dia bernama Sumber Mani.

Trek menuju Sumber Mani cukup jelas, tinggal mengikiuti kemana arah aliran sungai kering ini saja. Sumber air ini berada di tempat yang di kanan kirinya tebing, yang merupakan bekas aliran lahar dari kawah Gunung Semeru. Air yang mengucur begitu pelan menetes, menurun di atas seng yang sudah dipasang. Berada di Sumber Mani seolah-olah berada di hutan yang alami, hanya beberapa sampah pendaki yang berserakan yang membuatnya menjadi tidak alami. Total waktu yang ditempuh termasuk perjalanan dan mengambil air adalah 1 jam pulang pergi.

Semuanya memanfaatkan sumber air satu-satunya ini; pendaki, para porter, ataupun kucing hutan dan macan tutul. Karena itulah disarankan untuk tidak mengambil air apabila langit sudah gelap, karena seringkali binatang liar tengah minum di Sumber Mani.

Hari pun beranjak gelap, mentari pun sudah kembali ke peraduan, api unggun pun telah menyala hangat di samping tenda. Aku, Nerra, Rizki, Riza, mulai sibuk menyiapkan makan malam, Om Bob dan Bang Ipunk dengan cekatan menjaga api unggun agar tetap menyala, memang dia yang paling jago untuk urusan perapian. Sedang para pendaki yang lain sibuk menata tenda sebagai tempat istirahat kami malam ini. jam 21.00 kami semua sudah harus tidur.

Menu malam ini lagi-lagi indomie, mie goreng, dan sekalai lagi menu utama adalah Kornet Sapi, semua dipersiapkan untu tenaga nanti malam. Aku dan Rizki sepertinya makan paling banyak, soalnya kami bagian cleaning service alias menghabiskan sisa nasi yang ada di dalam nesting. Riza nyeletuk


"Wah rizki sama kak ary makan paling banyak nih, bagus lah makanannya habis semua, pasti besok kalian nyampe duluan di puncak nih,hehe"
"hahaha, Amiiien zaaa..." jawabku spontan sambil terus menyeruput sisa kuah indomie rasa soto yang ada dalam nesting.

Aku tau bahwa si Riza sedang mengolok-olok kami, tapi justru itu aku anggap sebagai sebuah doa yang tulus darinya, dan semoga bisa menjadi kenyataan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00, kami semua sudah harus istirahat, malam nanti kami akan mulai perjalanan penjang yang sebenarnya, tak cukup hanya dengan fisik yang kuat saja, tetapi lapisan tekad di dalam hatipun turut berperan dalam menuntun langkah kami malam nanti. Dan sekali lagi sebuah kalimat terlintas dalam pikiranku.

“dari sini pendakian yang sebenarnya baru akan dimulai”

BERSAMBUNG*********

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar